Metamorphoza Pemikiran Islam : Dari Ibn Rusyd hingga Amien Rais
Oleh : Muhammad Abadi
Metamorphoza pemikiran Islam adalah sebuah jenis perubahan
secara bertahap melebur jadi satu ketika dialektika pemikiran normatif maupun
dilematis menyambut hal-hal baru ditemukan dianggap sebagai hak milik pemikiran
antar generasi itu menjadi milik kelompok atau komunitas tertentu, bahkan juga
dapat melampaui batas-batas di luarnya. Metamorphoza adalah ciri khas dari semangat
yang menyatu dalam diri kita, terlepas pro maupun kontra, yang menjadi
momen-momen tertentu saat itu dalam kebertahanan situasi dan kondisi yang nyata
di hadapan kita bersama. Adalah metamorphoza pemikiran Islam yang akan dibahas
dalam tulisan ini menyangkut sebuah kenyataan di mana terdapat peran-peran
strategis di suatu masa yang menjadi sebuah tanggung jawab moral maupun
pemikiran.
Ibn Rusyd, salah satu yang akan dicontohkan dalam tulisan
ini adalah metamorphoza pemikiran Islam yang akan membawa kepada sebuah
penyelesaian tiada akhir dari daftar intelektual Muslim di mana jerih-payahnya
melibatkan sedemikian banyak jumlah para sarjana yang berkecimpung di dalamnya
menyaksikan perdebatan tiada akhir semenjak bukunya yang sangat kontroversial
itu, Tahafut At-Tahafut. Sang
Komentator itu demikian lengkap dan membabi buta dalam menancapkan argumentasi,
asumsi maupun pandangan yang dianggap oleh sebagian kalangan tertentu sebagai
sebuah “kecelakaan sejarah” di dunia Islam. Lain di Timur lain di Barat, Ibn
Rusyd sangat dipuja oleh banyak kalangan di Barat yang mengakibatkan gelombang
renaisans yang menjadi tanggung jawabnya.
Setidaknya ada 7 ( tujuh ) tokoh dan perkumpulan
metamorphoza pemikiran Islam, baik di Timur, Barat dan Nusantara yang
mengilhami dan menginspirasi dakwah umat Islam hingga sekarang. Ketujuh tokoh
dan perkumpulan itu antara lain adalah Ibn Rusyd, Wali Sanga, Abdul Al-Wahab,
Syekh Yusuf Al-Maqasari, Muhammad Abduh, KH. Ahmad Dahlan dan Muhammad Amien
Rais. Di sinilah kita akan melihat bagaimana perubahan metamorphoza pemikiran
Islam itu berlangsung dari waktu ke waktu. Dalam tulisan ini akan membahas dan
menampilkan benang merah ketujuh pemikiran Islam tersebut.
Metamorphoza Ibn Rusyd
Muhammad Ibn Rusyd dalam sejarah hidupnya banyak menulis
buku perihal pemikirannya sebagai pengagum Aristoteles dengan menghasilkan
‘komentar-komentarnya’ dan membela filsafat sebagai hal yang musti sangat
dirahasiakan daripada Muhammad Al-Ghazali yang membuka aib-aib para filsuf di
khalayak ramai. Ibn Rusyd memberikan statemen pemikiran Islam bahwa pada
dasarnya kehidupan di dunia ini bersifat monospkisme. Dia berkeyakinan tentang
keberadaan satu jiwa di antara semua makhluk.
Pemikiran
monospikisme yang dikemudian hari terjadi pro dan kontra di kalangan Dunia
Barat didasarkan atas pertimbangan pemikiran terhadap dikotomi “intelektual
aktif” dan “intelektual pasif”. Keyakinan Ibn Rusyd inilah sangat ditolak oleh
kalangan Dunia Timur yang pada umumnya berkiblat pada pemikiran Al-Ghazali. Dia
berkeyakinan intelektual aktif-lah yang akan memberikan warna bagi intelektual
pasif. Siapakah intelektual aktif dan intelektual pasif tersebut? Intelektual
aktif adalah nama yang tidak berbeda dengan monospikisme dan intelektual pasif
adalah kebanyakan kalangan awam.
Metamorphoza Wali Sanga
Wali Sanga adalah sebuah istilah bagi perkumpulan 9 (
sembilan ) tokoh penyebar Islam pertama di tanah Jawa yang identik dengan
sejarah perjalanan perkumpulan Nahdatul Ulama ( NU ). Dalam proses penyebaran
Islamisasi dan pemikiran Islam, Wali Sanga
tidak menghendaki tercerabutnya budaya lokal setempat yang masih kental dengan
agama sebelumnya yang mayoritas dianut oleh Kerajaan Majapahit dan kerajaan
lainnya, baik di tanah Jawa maupun di luarnya.
Mengapakah sebegitu hormatnya Wali Sanga dalam menyebarkan
Islam masih sangat toleran menghadapi budaya lokal yang masih sinkretis dengan
agama sebelumnya? Ketika penyebaran Islam berlangsung Wali Sanga yakin tentang
adanya masyarakat yang masih enggan meninggalkan tradisi karenanya dijadikanlah
Islam berbaur dengan masyarakat setempat tanpa merusak sendi-sendi kemanusiaan
yang ada. Itulah kekuatan Wali Sanga saat itu yang memberikan sumbangsih pencerahan
bagi penduduk lokal dengan mengisi Islam di dalamnya. Dan hingga saat sekarang
masih kita lihat cara-cara Wali Sanga dalam penyebaran Islam di tengah
modernisasi di masyarakat Nusantara tanpa meninggalkan tradisi lokal yang mereka
yakini sejak itu.
Metamorphoza Syekh Yusuf Al-Maqasari
Syekh Yusuf Al-Maqasari adalah seorang penimba ilmu ulung
yang pernah dimiliki oleh Nusantara. Lahir di daerah Makasar, Sulawesi Selatan
dan menikah dengan seorang putri dari kerajaan kecil di tanah Makasar, namun
akhirnya dia meninggalkannya, Syekh Yusuf melalang buana ke berbagai wilayah di
Dunia Islam. Baginya mungkin dunia keilmuan sangat diutamakan daripada berdiam
diri di tanah daerah asalnya.
Dari perjalanan Syekh Yusuf Al-Maqasari, yang sangat
terangkum jelas di buku Jaringan Ulama
karya Prof. Azyumardi Azra, terlihat jelas bagaimana Syekh Yusuf berguru dari
satu ulama ke ulama yang lain di Dunia Islam. Pada saat-saat itulah di belahan
Nusantara, kolonial Belanda memulai menancapkan penjajahannya yang membuat
berbagai pemberontakan di mana-mana. Sekembalinya dari menimba ilmu itulah
Syekh Yusuf bertolak menuju kesultanan Banten yang akhirnya dia mengikuti aksi
pemberontakan melawan kolonial Belanda hingga tertangkapnya dan diasingkan ke
daerah Afrika Selatan dan juga pernah berlabuh di pulau Madagaskar.
Metamorphoza Pemikiran Islam Syekh Yusuf Al-Maqasari
mengilhami banyak pemeluk Islam dalam mata-rantai pembaruan Islam yang akan
dilakukan oleh kalangan ulama dan sarjana Islam di tanah air belakangan ini.
Dialah tokoh di mana diajarkan tentang semangat menimba ilmu yang tidak lazim
dilakukan oleh sementara ulama saat itu yang tidak silau akan sebuah mahligai
perkawinan.
Metamorphoza Abdul Al-Wahab
Sejak kekalahan kekhalifahan di Dunia Islam yang dibuktikan
dengan serbuan tentara Mongolia terhadap peradaban Bani Abbasiyah di tahun 1258
dan serbuan tentara Raja Ferdinand III dan Ratu Isabell dari Perancis terhadap
peradaban Bani Umayah di Spanyol, Andalusia, keadaan yang sangat memburuk terjadi di
kalangan masyarakat Islam. Tentang maraknya praktek kemusyrikan dan kesyirikan
banyak diidap oleh kebanyakan umat Islam saat itu.
Dan Abdul Al-Wahhab lahir untuk merubah seluruh struktur
kejumudan saat itu. Metamorphoza pemikiran Islam Al-Wahhab memberikan pengaruh
kuat di kalangan kerajaan Arab Saudi saat ini sehingga kita melihat masih adanya
para pengikut setianya yang mengharamkan adanya praktek-praktek kemusyrikan dan
kesyirikan di kalangan awam umat Islam. Gagasannya untuk kembali kepada
Al-Qur’an dan As-Sunnah Nabi memberi ilham dan inspirasi tersendiri di kalangan
Islam belakangan ini.
Para pengikutnya yang dikenal sebagai Wahabi telah merubah
struktur pemikiran Islam di kalangan awam. Keyakinannya tentang nilai-nilai
Tauhid ( keesaan Allah SWT ) merupakan salah satu ajakan dari kaum Wahabi yang
menentang berbagai bentuk kepercayaan orang-orang suci ( saint-worship ).
Metamorphoza Muhammad Abduh
Muhammad Abduh adalah salah satu pembaru Islam terkemuka di
Dunia Islam yang sepak-terjang sejarah hidupnya difokuskan kepada pendidikan
Islam. Dari Abduh kita melihat bagaimana kondisi umat Islam dibandingkan dengan
kehidupan Dunia Eropa Barat yang sangat kontras dan memerlukan banyak
peninjauan ulang atas berbagai kejumudan saat itu. Dari Abduh juga kita melihat
betapa pendidikan Islam menjadi salah satu prioritas utama dari sekedar wacana
melainkan aksi nyata di lapangan sehingga umat Islam harus berani bangun dari
tidur nyenyaknya.
Abduh dalam melontarkan pemikirannya ‘sengaja’ memotret
keadaan umat Islam dan kaum Eropa Barat menulis di Al-Mannar di Perancis bersama muridnya Rasyid Ridha. Keadaan yang
jumud tersebut memberi ilham dan inspirasi Abduh untuk mendirikan sekolah dan
pendidikan bagi kalangan awam Islam. Kontribusi Abduh banyak terlontar tentang
pentingnya ‘kebangunan’ peradaban Islam yang sejak lama menjadi puing sejarah
dan mengkritik praktek ‘kemalasan intelektual’ yang diidap saat itu.
Dari Abduh kita dapat banyak masukan tentang kegelisahannya
yang menginginkan adanya ‘suara Islam’ di tengah arus kolonialisasi Eropa Barat
yang sangat mendominasi daerah jajahannya. Kekuatan Eropa Barat tidak saja
harus dimusuhi dengan cara fisik, melainkan juga intelektual dan dialektika
pemikiran Islam. Abduh berpendapat umat Islam seharusnya tampil ke permukaan
mewarnai kehidupan dunia karena adanya mata-rantai dari bangunan peradaban
Eropa Barat yang dalam sejarah diakui atau tidak merupakan sumbangan peradaban
Islam.
Metamorphoza KH. Ahmad Dahlan
KH. Ahmad Dahlan, selain seorang pedagang, adalah juga
salah satu pembaru yang pernah dimiliki Nusantara. Dahlan tidak banyak
meninggalkan pemikiran Islam melalui tulisan, selain dari aksi nyata dengan
mendirikan organisasi Islam Muhammadiyah yang diyakini oleh pengikutnya hingga
hari ini. Dahlan banyak melontarkan gagasan kembali kepada Al-Qur’an dan
As-Sunnah daripada bergelimang dalam tahayul, bid’ah dan khurafat yang saat itu
masih merupakan buah bibir kalangan awam Islam.
Muhammadiyah yang didirikannya menjelma menjadi sebuah
gerakan pembaru Islam dengan mendirikan banyak amal usaha pendidikan sekolah
yang mengintegrasikan antara ilmu agama dan umum yang dipercaya membawa sebuah
bangunan peradaban Islam di Nusantara. Dahlan merujuk banyak pemikirannya
kepada ajaran agama yang memberikan pencerahan di kalangan awam Islam saat itu.
Tentang keberpihakan kepada kaum lemah mustadh’afin dan kaum miskin Muhammadiyah
telah memberikan warna tersendiri dalam pergumulan kehidupan di Nusantara yang
kemudian hari banyak mengilhami dan menginspirasi dakwah Islam.
Metamorphoza Amien Rais
Prof. Amien Rais, selain pengajar di UGM, merupakan tokoh mata-rantai
pembaru Islam yang pernah dimiliki Nusantara hingga saat ini. Pemikiran Islam
Amien banyak ditulis dalam berbagai macam judul buku, antara lain, Tauhid Sosial, dan Putra Nusantara. Dalam sepak-terjang hidupnya Amien memberikan
banyak masukan untuk kemajuan Nusantara yang memperjuangkan hak-hak sipil dan
rakyat dengan mengkritik praktek korupsi massif yang dilakukan sebagian besar
kaum pemerintahan di negara ini.
Dalam pemikiran Amien, kita melihat bagaimana sebuah
kekayaan bagi kemajemukan bangsa adalah merupakan setting sejarah yang harus
dibanggakan dan Amien sangat menentang adanya negara Islam di Nusantara yang
diyakininya tidak ada ajaran Islam dalam mengatur hal demikian. Amien bersama
kolega pendukungnya sejak tumbangnya rezim Orde Baru Soeharto Cs., dia sendiri
yang memperjuangkan reformasi besar-besaran, menginginkan adanya bangunan
peradaban Nusantara yang telah lama ‘tiarap’ dari panggung sejarah dunia yang
akan mewarnai di permukaan dunia modern saat ini.
Amien Rais banyak melontarkan gagasannya tentang
kemandirian, kebersahajaan dan kesederhanaan bangsa sehingga praktek korupsi
dan keterpurukan yang dialami rakyat bukan sekedar obrolan warung kopi, namun
harus dinyatakan dalam hitam di atas putihnya kertas. Amien berkeyakinan
tentang optimisme bangsa dalam meraih mimpi dan cita-cita yang luhur karena
apapun yang kita kerjakan di dunia, maka balasan yang akan dipetik hari esoknya
di akhirat maka itulah yang akan kita nikmati selama-lamanya.
Kesimpulan
Dari sekelumit singkat benang merah metamorphoza pemikiran
Islam ketujuh tokoh dan perkumpulan di atas dapat memberi gambaran bagi
sumbangsih nyata yang telah diakui sejarah tertentu di Dunia Islam yang hingga
kini kita melihat masih merupakan endapan di kalangan awam Islam. Terlihat
jelas pula nama-nama dari ketujuh tokoh dan perkumpulan di atas telah memberi
pencerahan bagi bangunan peradaban Islam di era modernitas yang langsung maupun
tidak bisa tangguh berhadapan vis-a-vis peradaban Dunia Barat saat ini.
Dalam perjalanan dari waktu ke waktu kita akan mengambil
pelajaran bahwa masalah kemusyirikan, kesyirikan dan korupsi adalah merupakan
masalah bagi sebuah pendidikan kalangan awam Islam yang tidak saja merupakan
batu ganjalan dalam meraih dan menimba ilmu, namun bisa jadi merupakan tingkat
kejumudan dan keterpurukan yang memang sudah lama semakin menganga lebar di
permukaan dunia saat ini. Apa yang kita peroleh dalam kehidupan merupakan usaha
dan kontribusi yang tiada henti dari cita-cita membangun peradaban Islam baik
di Dunia Timur maupun di Barat.
Dari kenyataan inilah kita bisa menimbang adanya kemampuan
dan potensi yang kita miliki untuk memberi lebih nyata bagi keberlangsungan
peradaban Islam di kemudian hari. Semoga!
Allahu Alam Bis-Shawab!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar