Rabu, 03 Juni 2015



Metamorphoza Pemikiran Islam : Dari Ibn Rusyd hingga Amien Rais
Oleh : Muhammad Abadi
          Metamorphoza pemikiran Islam adalah sebuah jenis perubahan secara bertahap melebur jadi satu ketika dialektika pemikiran normatif maupun dilematis menyambut hal-hal baru ditemukan dianggap sebagai hak milik pemikiran antar generasi itu menjadi milik kelompok atau komunitas tertentu, bahkan juga dapat melampaui batas-batas di luarnya. Metamorphoza adalah ciri khas dari semangat yang menyatu dalam diri kita, terlepas pro maupun kontra, yang menjadi momen-momen tertentu saat itu dalam kebertahanan situasi dan kondisi yang nyata di hadapan kita bersama. Adalah metamorphoza pemikiran Islam yang akan dibahas dalam tulisan ini menyangkut sebuah kenyataan di mana terdapat peran-peran strategis di suatu masa yang menjadi sebuah tanggung jawab moral maupun pemikiran.
          Ibn Rusyd, salah satu yang akan dicontohkan dalam tulisan ini adalah metamorphoza pemikiran Islam yang akan membawa kepada sebuah penyelesaian tiada akhir dari daftar intelektual Muslim di mana jerih-payahnya melibatkan sedemikian banyak jumlah para sarjana yang berkecimpung di dalamnya menyaksikan perdebatan tiada akhir semenjak bukunya yang sangat kontroversial itu, Tahafut At-Tahafut. Sang Komentator itu demikian lengkap dan membabi buta dalam menancapkan argumentasi, asumsi maupun pandangan yang dianggap oleh sebagian kalangan tertentu sebagai sebuah “kecelakaan sejarah” di dunia Islam. Lain di Timur lain di Barat, Ibn Rusyd sangat dipuja oleh banyak kalangan di Barat yang mengakibatkan gelombang renaisans yang menjadi tanggung jawabnya.
          Setidaknya ada 7 ( tujuh ) tokoh dan perkumpulan metamorphoza pemikiran Islam, baik di Timur, Barat dan Nusantara yang mengilhami dan menginspirasi dakwah umat Islam hingga sekarang. Ketujuh tokoh dan perkumpulan itu antara lain adalah Ibn Rusyd, Wali Sanga, Abdul Al-Wahab, Syekh Yusuf Al-Maqasari, Muhammad Abduh, KH. Ahmad Dahlan dan Muhammad Amien Rais. Di sinilah kita akan melihat bagaimana perubahan metamorphoza pemikiran Islam itu berlangsung dari waktu ke waktu. Dalam tulisan ini akan membahas dan menampilkan benang merah ketujuh pemikiran Islam tersebut.
Metamorphoza Ibn Rusyd
          Muhammad Ibn Rusyd dalam sejarah hidupnya banyak menulis buku perihal pemikirannya sebagai pengagum Aristoteles dengan menghasilkan ‘komentar-komentarnya’ dan membela filsafat sebagai hal yang musti sangat dirahasiakan daripada Muhammad Al-Ghazali yang membuka aib-aib para filsuf di khalayak ramai. Ibn Rusyd memberikan statemen pemikiran Islam bahwa pada dasarnya kehidupan di dunia ini bersifat monospkisme. Dia berkeyakinan tentang keberadaan satu jiwa di antara semua makhluk.
Pemikiran monospikisme yang dikemudian hari terjadi pro dan kontra di kalangan Dunia Barat didasarkan atas pertimbangan pemikiran terhadap dikotomi “intelektual aktif” dan “intelektual pasif”. Keyakinan Ibn Rusyd inilah sangat ditolak oleh kalangan Dunia Timur yang pada umumnya berkiblat pada pemikiran Al-Ghazali. Dia berkeyakinan intelektual aktif-lah yang akan memberikan warna bagi intelektual pasif. Siapakah intelektual aktif dan intelektual pasif tersebut? Intelektual aktif adalah nama yang tidak berbeda dengan monospikisme dan intelektual pasif adalah kebanyakan kalangan awam.
Metamorphoza Wali Sanga
          Wali Sanga adalah sebuah istilah bagi perkumpulan 9 ( sembilan ) tokoh penyebar Islam pertama di tanah Jawa yang identik dengan sejarah perjalanan perkumpulan Nahdatul Ulama ( NU ). Dalam proses penyebaran Islamisasi  dan pemikiran Islam, Wali Sanga tidak menghendaki tercerabutnya budaya lokal setempat yang masih kental dengan agama sebelumnya yang mayoritas dianut oleh Kerajaan Majapahit dan kerajaan lainnya, baik di tanah Jawa maupun di luarnya.
          Mengapakah sebegitu hormatnya Wali Sanga dalam menyebarkan Islam masih sangat toleran menghadapi budaya lokal yang masih sinkretis dengan agama sebelumnya? Ketika penyebaran Islam berlangsung Wali Sanga yakin tentang adanya masyarakat yang masih enggan meninggalkan tradisi karenanya dijadikanlah Islam berbaur dengan masyarakat setempat tanpa merusak sendi-sendi kemanusiaan yang ada. Itulah kekuatan Wali Sanga saat itu yang memberikan sumbangsih pencerahan bagi penduduk lokal dengan mengisi Islam di dalamnya. Dan hingga saat sekarang masih kita lihat cara-cara Wali Sanga dalam penyebaran Islam di tengah modernisasi di masyarakat Nusantara tanpa meninggalkan tradisi lokal yang mereka yakini sejak itu.
Metamorphoza Syekh Yusuf Al-Maqasari
          Syekh Yusuf Al-Maqasari adalah seorang penimba ilmu ulung yang pernah dimiliki oleh Nusantara. Lahir di daerah Makasar, Sulawesi Selatan dan menikah dengan seorang putri dari kerajaan kecil di tanah Makasar, namun akhirnya dia meninggalkannya, Syekh Yusuf melalang buana ke berbagai wilayah di Dunia Islam. Baginya mungkin dunia keilmuan sangat diutamakan daripada berdiam diri di tanah daerah asalnya.
          Dari perjalanan Syekh Yusuf Al-Maqasari, yang sangat terangkum jelas di buku Jaringan Ulama karya Prof. Azyumardi Azra, terlihat jelas bagaimana Syekh Yusuf berguru dari satu ulama ke ulama yang lain di Dunia Islam. Pada saat-saat itulah di belahan Nusantara, kolonial Belanda memulai menancapkan penjajahannya yang membuat berbagai pemberontakan di mana-mana. Sekembalinya dari menimba ilmu itulah Syekh Yusuf bertolak menuju kesultanan Banten yang akhirnya dia mengikuti aksi pemberontakan melawan kolonial Belanda hingga tertangkapnya dan diasingkan ke daerah Afrika Selatan dan juga pernah berlabuh di pulau Madagaskar.
          Metamorphoza Pemikiran Islam Syekh Yusuf Al-Maqasari mengilhami banyak pemeluk Islam dalam mata-rantai pembaruan Islam yang akan dilakukan oleh kalangan ulama dan sarjana Islam di tanah air belakangan ini. Dialah tokoh di mana diajarkan tentang semangat menimba ilmu yang tidak lazim dilakukan oleh sementara ulama saat itu yang tidak silau akan sebuah mahligai perkawinan.
Metamorphoza Abdul Al-Wahab
          Sejak kekalahan kekhalifahan di Dunia Islam yang dibuktikan dengan serbuan tentara Mongolia terhadap peradaban Bani Abbasiyah di tahun 1258 dan serbuan tentara Raja Ferdinand III dan Ratu Isabell dari Perancis terhadap peradaban Bani Umayah di Spanyol, Andalusia,  keadaan yang sangat memburuk terjadi di kalangan masyarakat Islam. Tentang maraknya praktek kemusyrikan dan kesyirikan banyak diidap oleh kebanyakan umat Islam saat itu.
          Dan Abdul Al-Wahhab lahir untuk merubah seluruh struktur kejumudan saat itu. Metamorphoza pemikiran Islam Al-Wahhab memberikan pengaruh kuat di kalangan kerajaan Arab Saudi saat ini sehingga kita melihat masih adanya para pengikut setianya yang mengharamkan adanya praktek-praktek kemusyrikan dan kesyirikan di kalangan awam umat Islam. Gagasannya untuk kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah Nabi memberi ilham dan inspirasi tersendiri di kalangan Islam belakangan ini.
          Para pengikutnya yang dikenal sebagai Wahabi telah merubah struktur pemikiran Islam di kalangan awam. Keyakinannya tentang nilai-nilai Tauhid ( keesaan Allah SWT ) merupakan salah satu ajakan dari kaum Wahabi yang menentang berbagai bentuk kepercayaan orang-orang suci ( saint-worship ).
Metamorphoza Muhammad Abduh
          Muhammad Abduh adalah salah satu pembaru Islam terkemuka di Dunia Islam yang sepak-terjang sejarah hidupnya difokuskan kepada pendidikan Islam. Dari Abduh kita melihat bagaimana kondisi umat Islam dibandingkan dengan kehidupan Dunia Eropa Barat yang sangat kontras dan memerlukan banyak peninjauan ulang atas berbagai kejumudan saat itu. Dari Abduh juga kita melihat betapa pendidikan Islam menjadi salah satu prioritas utama dari sekedar wacana melainkan aksi nyata di lapangan sehingga umat Islam harus berani bangun dari tidur nyenyaknya.
          Abduh dalam melontarkan pemikirannya ‘sengaja’ memotret keadaan umat Islam dan kaum Eropa Barat menulis di Al-Mannar di Perancis bersama muridnya Rasyid Ridha. Keadaan yang jumud tersebut memberi ilham dan inspirasi Abduh untuk mendirikan sekolah dan pendidikan bagi kalangan awam Islam. Kontribusi Abduh banyak terlontar tentang pentingnya ‘kebangunan’ peradaban Islam yang sejak lama menjadi puing sejarah dan mengkritik praktek ‘kemalasan intelektual’ yang diidap saat itu.
          Dari Abduh kita dapat banyak masukan tentang kegelisahannya yang menginginkan adanya ‘suara Islam’ di tengah arus kolonialisasi Eropa Barat yang sangat mendominasi daerah jajahannya. Kekuatan Eropa Barat tidak saja harus dimusuhi dengan cara fisik, melainkan juga intelektual dan dialektika pemikiran Islam. Abduh berpendapat umat Islam seharusnya tampil ke permukaan mewarnai kehidupan dunia karena adanya mata-rantai dari bangunan peradaban Eropa Barat yang dalam sejarah diakui atau tidak merupakan sumbangan peradaban Islam.
Metamorphoza KH. Ahmad Dahlan
          KH. Ahmad Dahlan, selain seorang pedagang, adalah juga salah satu pembaru yang pernah dimiliki Nusantara. Dahlan tidak banyak meninggalkan pemikiran Islam melalui tulisan, selain dari aksi nyata dengan mendirikan organisasi Islam Muhammadiyah yang diyakini oleh pengikutnya hingga hari ini. Dahlan banyak melontarkan gagasan kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah daripada bergelimang dalam tahayul, bid’ah dan khurafat yang saat itu masih merupakan buah bibir kalangan awam Islam.
          Muhammadiyah yang didirikannya menjelma menjadi sebuah gerakan pembaru Islam dengan mendirikan banyak amal usaha pendidikan sekolah yang mengintegrasikan antara ilmu agama dan umum yang dipercaya membawa sebuah bangunan peradaban Islam di Nusantara. Dahlan merujuk banyak pemikirannya kepada ajaran agama yang memberikan pencerahan di kalangan awam Islam saat itu. Tentang keberpihakan kepada kaum lemah mustadh’afin dan kaum miskin Muhammadiyah telah memberikan warna tersendiri dalam pergumulan kehidupan di Nusantara yang kemudian hari banyak mengilhami dan menginspirasi dakwah Islam.
Metamorphoza Amien Rais
          Prof. Amien Rais, selain pengajar di UGM, merupakan tokoh mata-rantai pembaru Islam yang pernah dimiliki Nusantara hingga saat ini. Pemikiran Islam Amien banyak ditulis dalam berbagai macam judul buku, antara lain, Tauhid Sosial, dan Putra Nusantara. Dalam sepak-terjang hidupnya Amien memberikan banyak masukan untuk kemajuan Nusantara yang memperjuangkan hak-hak sipil dan rakyat dengan mengkritik praktek korupsi massif yang dilakukan sebagian besar kaum pemerintahan di negara ini.
          Dalam pemikiran Amien, kita melihat bagaimana sebuah kekayaan bagi kemajemukan bangsa adalah merupakan setting sejarah yang harus dibanggakan dan Amien sangat menentang adanya negara Islam di Nusantara yang diyakininya tidak ada ajaran Islam dalam mengatur hal demikian. Amien bersama kolega pendukungnya sejak tumbangnya rezim Orde Baru Soeharto Cs., dia sendiri yang memperjuangkan reformasi besar-besaran, menginginkan adanya bangunan peradaban Nusantara yang telah lama ‘tiarap’ dari panggung sejarah dunia yang akan mewarnai di permukaan dunia modern saat ini.
          Amien Rais banyak melontarkan gagasannya tentang kemandirian, kebersahajaan dan kesederhanaan bangsa sehingga praktek korupsi dan keterpurukan yang dialami rakyat bukan sekedar obrolan warung kopi, namun harus dinyatakan dalam hitam di atas putihnya kertas. Amien berkeyakinan tentang optimisme bangsa dalam meraih mimpi dan cita-cita yang luhur karena apapun yang kita kerjakan di dunia, maka balasan yang akan dipetik hari esoknya di akhirat maka itulah yang akan kita nikmati selama-lamanya.
Kesimpulan
          Dari sekelumit singkat benang merah metamorphoza pemikiran Islam ketujuh tokoh dan perkumpulan di atas dapat memberi gambaran bagi sumbangsih nyata yang telah diakui sejarah tertentu di Dunia Islam yang hingga kini kita melihat masih merupakan endapan di kalangan awam Islam. Terlihat jelas pula nama-nama dari ketujuh tokoh dan perkumpulan di atas telah memberi pencerahan bagi bangunan peradaban Islam di era modernitas yang langsung maupun tidak bisa tangguh berhadapan vis-a-vis peradaban Dunia Barat saat ini.
          Dalam perjalanan dari waktu ke waktu kita akan mengambil pelajaran bahwa masalah kemusyirikan, kesyirikan dan korupsi adalah merupakan masalah bagi sebuah pendidikan kalangan awam Islam yang tidak saja merupakan batu ganjalan dalam meraih dan menimba ilmu, namun bisa jadi merupakan tingkat kejumudan dan keterpurukan yang memang sudah lama semakin menganga lebar di permukaan dunia saat ini. Apa yang kita peroleh dalam kehidupan merupakan usaha dan kontribusi yang tiada henti dari cita-cita membangun peradaban Islam baik di Dunia Timur maupun di Barat.
          Dari kenyataan inilah kita bisa menimbang adanya kemampuan dan potensi yang kita miliki untuk memberi lebih nyata bagi keberlangsungan peradaban Islam di kemudian hari. Semoga! Allahu Alam Bis-Shawab!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar